Kemarin kemarin, hari selasa lebih tepatnya, aku kembali mendapatkan kesempatan ikut Shaberoukai, sebuah kegiatan di konsulat Jepang di Medan. Shaberokai adalah tempat ngobrol dengan pembicara dan topik yang berbeda setiap bulannya. Ngobrol pun dilakukan dengan menggunakan bahasa Jepang. Tidak perlu khawatir jika tidak mengerti karena ada beberapa senior yang akan membantu menjelaskan, seperti aku kemarin yang ikut padahal tidak mengerti bahasa Jepang (alhasil jadi sering colek kakak di depan buat minta dijelasin ulang).
Ini kedua kalinya aku ke Shaberoukai, sepertinya wajah anggota disini sudah banyak berubah dibanding pertama kali kesini. Bingung kapan terakhir kesini, aku kira sekitar setahun yang lalu, ternyata setelah melihat postingan lama tentang shaberokai, pertama kali aku ikut ternyata tiga tahun lalu, sungguh jauh jarak nya haha.
Kalau kemarin kemarin itu temanya tentang music, kemarin temanya tentang lingkungan dengan Murayama Akihiro sebagai pembicara. Pas sama momen hari bumi yang baru aja lewat.
Ngobrol ini dibuka dengan jumlah total jomblo di Indonesia, eh salah maksudnya itu jumlah total sampah yang dibuang warga Indonesia pertahun yaitu sekitar 3 juta ton dan ini menjadikan Indonesia negara kedua dengan sampah terbanyak.
Dampak dari buang sampah sudah banyak kita dengar, tapi sebagian dari kita masih tetap saja dengan mudahnya buang sampah sembarangan. Mungkin karena dampaknya yang belum terlalu terasa, kalaupun ada, mungkin hanya banjir yang tinggal tunggu seminggu dah ilang. Tapi, bagaimana dengan selain manusia?
Seperti hewan misalnya, yang sebagiannya kita anggap lucu, yang sebagiannya kita ingin pelihara, yang sebagiannya kita harap agar tetap ada di bumi ini. Sadar atau tidak, sampah yang dibuang sembarangan memberi dampak yang buruk terhadap mereka. Ada yang mati karena memakan sampah, ada yang mati karena terjerat sampah.
Seingat aku, Jepang adalah negara yang sangat menjaga kebersihan. Tapi ternyata, sekitar 60 tahun lalu ternyata warga Jepang suka membuang sampah sembarangan. Bukan hanya warga, bahkan pabrik juga, pabrik membuang limbah ke laut dan sungai yang menyebabkan munculnya penyakit "itai-itai", Minamata, dan penyakit pernapasan Yokkaichi
Penyakit Itai-itai
Istilah ini berasal dari kata "itai" yang artinya sakit. Istilah ini diciptakan oleh penduduk sekitar Prefektur Toyama yang pada waktu itu terkena dampak dari pembuangan limbah dari perusahaan pertambangan. Air sungai yang tercemar karena pembuangan limbah ini mengakibatkan warga sekitar yang menggunakan air sungai mengalami sakit di kaki dan tulang belakang. Gaya berjalan juga menjadi pincang karena cacat tulang dengan penyakit lain seperti gagal ginjal, batuk, kanker, anemia, yang akhirnya menyebabkan kematian.
Penyakit Minamata
Nama Minamata berasal dari nama kota tempat penyakit ini mewabah, Minamata. Penyakit Minamata disebabkan oleh limbah merkuri yang dibuang oleh perusahaan batu baterai di teluk Minamata. Warga sekitar yang memakan ikan dari teluk Minamata pun mengalami keracunan dengan gejala tangan dan kaki gemetar, berkurangnya kemampuan panca indera, lumpuh, gila, hingga kematian.
Penyakit Asma Yokkaichi
Penyakit ini muncul di kawasan industri Kota Yokkaichi. Limbah asap yang dikeluarkan dari pabrik mengandung sulfur oksida yang sangat banyak. Pencemaran udara yang parah di Yokkaichi mengakibatkan warga disana mengalamin penyakit asma, bronkitis kronis, dan penyakit pernapasan lainnya.
Tiga penyakit tadi masuk kedalam Four Big Pollution Diseases of Japan, penyakit yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan oleh manusia. Jepang pun sadar betapa pentingnya untuk tidak membuang smapah seperti limbah secara sembarangan. Untuk itu peraturan baru tentang membuang sampah pun diberlakukan dan tidak hanya untuk pabrik, tapi juga warga Jepang.
Pemerintah pun terjun langsung ke masyarakat mengajarkan tentang membuang sampah. Di Jepang, sampah - sampah dibedakan dalam beberapa jenis dengan tempat sampah yang banyak jenisnya juga sesuai dengan jenis sampah. Sekarang, Jepang menjadi negara yang bersih. Daerah yang tercemar pun sudah jauh membaik jika dibandingkan dengan dulu.
Banyak negara yang sudah mulai memperhatikan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Kita yang di Indonesia pun jangan mau ketinggalan. Yok kita biasakan diri kita untuk membuang sampah, dan ikut mengajak orang sekitar juga. Pentingnya membuang sampah pada tempatnya juga harus diajarkan sejak dini. Karena, ketika seorang anak menganggap membuang sampah sembarangan adalah hal yang biasa, apa yang terjadi ketika dewasa nanti dia bekerja di pabrik? apakah kita mau apa yang dulu terjadi di Jepang terjadi di Indonesia yang indah ini?
3 komentar
konbanwa . . .
BalasHapuskonbanwa... -_-'
HapusWahh rasanya juga aku udh Lama gk ke Konsulat Jepang yg di Medan
BalasHapus