Sepulang dari Sabang, kami tidak langsung beranjak meninggalkan Banda Aceh. Kami sempat menginap di rumah kerabat teman kami untuk keliling Aceh esok harinya. Perjalanan kami kali ini agak jauh yaitu Geurutee. Dari pusat kota menuju Geurutee membutuhkan waktu sekitar dua jam. Dengan mobil, kami mulai berangkat sekitar jam 10 pagi.
Jalanan yang tadinya ramai dengan mobil dan motor, dikelilingi pohon di sisi kanan dan kiri, berubah menjadi sepi, lebih luas, dan tidak tertutup oleh pohon lagi. Kami sempat berhenti sebentar untuk membeli minuman dan selagi meregangkan otot yang mulai kaku karena terlalu lama duduk, seekor anak kambing mendekati mobil kami. Mungkin warga di sekitar sini sangat ramah terhadap kambing sehingga bukannya berlari menjauh, si kambing malah mendekati kami walaupun tetap saja menjauh jika kami yang berjalan mendekat (yaahh ga bisa elus elus deh).
Namanya naik ke puncak gunung, pemandangan yang tadinya pantai masih sejajar dengan kami berubah menjadi lebih indah ketika dilihat dari atas. Tidak hanya pasir dan air, pemandangan jadi terlihat lebih indah karena adanya banyak pohon dan rumah warga di antaranya, menciptakan pemandangan dengan kombinasi warna biru laut, kuning pucat pasir pantai, hijau tua dan muda dari pohon, serta cokelat dari atap rumah warga.
Kami berhenti di salah satu warung dan langsung memesan minuman karena haus yang kembali muncul padahal sempat diganjal sebentar tadi. Sebagian memesan Kelapa dan sebagian lagi memesan Kopi Terbalik.
Angin berhembus dengan sejuk menghilangkan gerah selama perjalanan. Rasa capek pun sedikit hilang ketika duduk di pinggir warung sambil melihat pinggir pantai dari atas sepaket dengan kumpulan pohon dan gunung yang terletak di paling ujung. Di bawah sana juga terlihat 2-3 orang dengan sampan kecilnya yang malah jadi terlihat seperti semut dengan kapal mainan hahahah.
Sebenarnya di saat haus dan sedikit gerah ini, minuman dingin paling pas untuk dinikmati. Tapi demi minum kopi yang cara penyajiannya unik ini, pesanan tidak aku ubah. Aku meminta es batu untuk di kelapa sayangnya saat itu tidak tersedia es batu dan sedikit kecewa juga dengan kelapanya karena dagingnya yang cukup keras, yang aku akhiri dengan meminum airnya saja.
Santai menikmati pemandangan sambil meneguk minuman ntah kenapa rasanya masih belum cukup. Aku dan saudaraku berjalan di sekitar warung sampai ke parkiran mobil dan menemukan tangga di bawah tulisan besar "Puncak Geurutee Aceh Jaya". Kenapa tadi tempat ini ga keliatan ya?
Sepertinya tangga menuju ke atas cukup tinggi dan bakal melelahkan, tapi mumpung lagi disini. Aku coba naik bersama saudaraku yang akhirnya diikuti juga oleh seorang teman. Ternyata tidak terlalu tinggi hanya saja bentuk anak tangga tidak beraturan jadi harus hati-hati agar tidak terpeleset.
Sampai di puncak kami disuguhi dengan pemandangan yang indah juga. Masih dengan pantai juga tapi dengan bonus dua pulau yang jadi terlihat berdekatan. Matahari cukup terik siang itu tapi rasanya sayang kalau cepat cepat kembali turun, jadi aku biarkan saja kulit sedikit terbakar demi menyimpan pemandangan puncak Geurutee sambil memicingkan mata (asli silau brooo)
Sudah saatnya untuk beranjak dari Geurutee karena kami masih punya destinasi lain untuk dituju. Rasanya puncak Geurutee ini pantas untuk menjadi tempat yang wajib dikunjungi di Aceh. Kalau aku punya kesempatan untuk kembali Geurutee, dengan senang hati aku kembali.
22 Desember 2018
0 komentar